Dalam kisah Ramayana, ada satu tokoh bernama Ramaparasu/Parasurama. Saat
ayahnya, Resi Jamadagni dibunuh Raja Henaya, Ramaparasu akhirnya
bersumpah akan membunuh semua kesatria yang dinilai menjadi sumber
keangkaramurkaan di bumi.
Ramaparasu pun melaksanakan sumpahnya. Ratusan kesatria dibunuhnya
dengan Bagawastra, senjata andalannya. Sampai akhirnya dia menyadari tidak menemukan kedamaian hidup dengan caranya itu. Ketika dia ingin mengakhiri hidupnya, celakanya tak ada satupun yang mampu membunuhnya. Ramaparasu hanya bisa
dibunuh oleh titisan Dewa Wisnu.
Ilustrasi Gambar Pembantaian Ramaparasu
Dia mendengar kabar titisan Wisnu adalah Harjuna Sasrabahu, Raja
Maespati. Kebetulan seperti halnya Ramaparasu, Harjuna Sasrabahu juga
sedang mencari jalan kematian karena ditinggal mati Citrawati, istrinya.
Dan tak ada satupun yang bisa mengalahkannya. Bahkan Rahwana yang sakti
mandraguna pun tekuk di bawahnya.
Akhirnya bertemulah Ramaparasu dan Harjuna Sasrabahu. Keduanya
sepakat untuk melepaskan senjata secara bersama-sama. Harjuna tewas
ditembus Bagawastra. Ramaparasu marah karena ternyata Harjuna memang
bukan titisan Wisnu. Pasalnya, hanya titisan Wisnu yang bisa menahan
Bagawastra.
Lantas siapa titisan Wisnu? saat itulah terdengar suara dari khayangan yang menyatakan bahwa
Ramaparasu sendiri sebenarnya titisan itu. Sungguh Ramaparasu terkejut,
namun bersamaan dengan itu Wisnu keluar dari dirinya dan pindah tempat.
Jadi selama ini dia sendirilah yang dicari. Selama ini dia tidak sadar
siapa dia sesungguhnya.
Kenapa Saya menulis kisah Ramaparasu? Karena saya sedang memikirkan sikap generasi muda
Indonesia? Kenapa memikirkan sikap generasi muda Indonesia? di akhir tulisan saya akan jelaskan, Karena ada kejadian yang menurut saya lebih menarik dan sedang terjadi di India.
Beberapa bulan yang lalu India mengoperasikan kapal selam berkekuatan nuklir.
Dia menjadi negara keenam di dunia setelah China, Prancis, AS, Inggris dan Rusia
yang secara eksklusif memiliki kapal selam canggih jenis ini. Luar biasa. Negara yang dulu sama-sama berjuang untuk merdeka telah jauh meninggalkan Indonesia. Ada apa dengan India? atau mungkin ada apa dengan Indonesia?
Kapal Selam Nuklir India
Padahal jika melihat budaya negeri itu, sebagian dari kita mungkin akan mengatakan negara yang merdeka pada 1947 jauh lebih kuno. Kuno karena generasi muda di Indonesia menggunakan kacamata barat sebagai sebuah ukuran modernitas.
India, masih kental dan kuat dalam memegang tradisi. Sistem budaya yang kental akan tradisi yang masih begitu kuat, sebuah sistem yang pasti ditolak mentah-mentah Indonesia karena dianggap klenik. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan irasional juga masih cukup kuat, yang mungkin orang Indonesia akan menyebutnya sebagai klenik. Kalau melihat tayangan televisi tentang India, terlihat jelas masih banyak rakyat dan tentunya generasi mudanya yang masih setia menggunakan baju tradisional mereka sehari-hari.
Generasi Muda di India tetap berpegang kuat kepada nilai-nilai swadesi atau kemandirian dengan bertumpu pada kelokalan. Hidup dengan produksi sendiri meski awalnya jauh lebih jelek dibandingkan produk negara maju. Tetapi itulah kekuatan India. Karena keteguhan mempertahankan keasliannya itu India mampu menjadi negara besar.
Kuil Penghormatan untuk Tikus di India
Sebenarnya bukan hanya India yang teguh dengan keasliannya. Jepang
dan China pun demikian. Modernitas ala barat yang penuh glamour tak
pernah menjadikan silau untuk melepas tradisinya. Nyatanya, mereka
berhasil untuk menjadi negara besar, bahkan Vietnam, negara yang terkoyak oleh perang pun cepat bangkit karena
teguh terhadap nilai-nilai leluhurnya. Dalam waktu dekat akan segera
meluncurkan satelit produksinya sendiri.
Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Masihkah ada keaslian negeri ini
yang benar-benar hidup?
Lihatlah cara berpakaian kita, benarkah itu asli
Indonesia?
Pergilah ke ruang kelas dan kampus, adakah
pelajaran tentang pemikiran Mpu Prapanca, Mpu Sendok, Mpu Panuluh,
Ronggowarsito, Gadjah Mada, Sultan Agung hingga pangeran Diponegoro akan sulit
bahkan nyaris tidak ada. Yang ada justru pemikiran Para pemikir dari Tokoh Tanah Arab yang tandus dan gersang serta Hegel, Hubert, Karl
Marx, Adam Smith, Ptolomeus dan lain sebagainya. Entah orang mana mereka
itu.
Coba juga nyalakan televisi, seberapa banyak acara yang benar-benar
menyebarkan nilai-nilai Indonesia? Lihatlah sinetron atau FTV di Indonesia, susah
amat untuk bertemu orang Indonesia yang benar-benar asli. Hampir semua
artisnya berwajah blasteran atau oriental, yang harus diakui bukanlah wajah asli
Indonesia. Kalaupun ada wajah asli Indonesia, dia akan berperan sebagai
pembantu, sopir, atau pengemis. Barangkali wajah asli Indonesia dianggap
tidak laku dan hanya layak untuk peran orang miskin.
Inikah budaya asli Indonesia?
Jangan2 yang inikah?
Atau mungkin yang ini?
Saya Gak Yakin kalo yang Ini
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih Untuk Commentnya :)