Monday 9 December 2013

Syariat Islam : Ketika Sistem Terbaik Gagal Membawa Perubahan

Kepala Polisi Syariah di Aceh tertangkap tangan mabuk ganja. Mobilnya oleng menabrak pagar warga. Di dalam mobilnya, polisi menemukan satu linting ganja. Tes urine menyatakan, Zulkarnain, nama Kepala Polisi Syariah itu, positif mengkonsumsi narkoba. Fakta ini semestinya merupakan pukulan telak bagi kelompok-kelompok kanan yang kerap kali mempropagandakan syariat Islam sebagai solusi atas segala problematika moral. Bahwa ternyata, syariat Islam sama saja seperti “sistem sekuler” yang kerap kali mereka hujat-hujat.

Tidak hanya itu. Di Aceh yang serba syariat, sampai akhir 2013 masih banyak kasus korupsi yang mengambang. Sungguh syariat Islam tidak menjamin apapun. Konsep moral apa yang ada di dalam benak penyokong syariat Islam, sementara mereka sibuk mengurusi cara duduk perempuan di sepeda motor, tetapi Kepala Polisi Syariahnya malah tertangkap tangan mabuk ganja?



Saya sudah menduga kuat, bahwa pembelaan diri yang akan dilancarkan kelompok kanan adalah bahwa itu sekedar oknum, bukan salah sistemnya. Oknumnya harus dihukum, sementara sistemnya tetap dapat bisa berjalan. Bisa dibenarkan bahwa itu adalah kelakuan oknum dan tidak merepresentasikan syariat Islam. Tetapi sayangnya, dalam hal ini kelompok kanan penyokong syariat senang berstandar ganda.

Jika sistem non-syariat gagal membangun moral warga, maka sistemnya yang biasanya disalahkan. Tapi ketika syariat Islam juga mengalami kegagalan dalam membangun moral warganya, maka “oknum” yang disalahkan. Ini sebuah cara pandang yang inkonsisten, standar ganda.

 “Hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan, Kementerian Agama menduduki peringkat terbawah dalam indeks integritas dari 22 instansi pusat yang diteliti”.  - Kompas

“Ketua Gema MKGR, Fahd El Fouz, menjadikan My Place yang merupakan tempat SPA di bilangan Jakarta untuk membahas mengenai pengadaan Al Quran dan laboratorium komputer MTS di Kementerian Agama RI”.  – Rakyat Merdeka

SEJAK berakhirnya era orde baru, saya melihat ada kecenderungan trend untuk melibatkan agama dalam ranah publik, yang antara lain dalam bentuk penerapan perda-perda bercorak agama. Ada semacam hasrat untuk menciptakan kesan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi agama, terutama Islam sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk.

Banyak aturan bercorak agama itu tidak relevan dengan fungsi dan kebutuhan praktis. Misalkan kebijakan Bupati Mamuju yang mewajibkan setiap PNS bisa baca Alquran. Apa urgensinya bisa baca Alquran bagi PNS? Apakah “bisa baca Alquran” akan menjamin moral dan intregitas para PNS?

Contoh kebijakan Bupati Mamuju tersebut, merupakan satu dari sekian banyak kasus di mana aturan bercorak agama dilibatkan di ranah publik tanpa ada urgensi apa-apa terkait pada pekerjaan sebagai PNS. Kebijakan tersebut tampak sekedar menunjukkan semangat beragama yang dangkal.



Dengan kebijakan demikian, pada akhirnya, para calon PNS akan mempersiapkan diri agar bisa membaca Alquran dengan baik. Bukan karena faktor religiusitas, tapi semata-mata agar memenuhi kualifikasi jadi PNS. Dan lama-lama, orang taat agama bukan karena Tuhan, tapi sekedar tergerak oleh motivasi-motivasi duniawi. Inilah yang saya sebut “sekularisasi agama”.

Berbagai upaya pencitraan tersebut pada akhirnya tidak menunjukkan apa-apa. Toh Indonesia masih masuk dalam peringkat teratas soal korupsi, dan daerah yang menerapkan syariat islam juga tidak menjadi daerah yang lebih baik. Bahkan korupsi di kementrian agama malah termasuk yang terbesar. Belum lagi partai politik yang selama ini dikenal agamis, bersih dan peduli, pada akhirnya terjerat kasus korupsi juga. Tidak tanggung-tanggung, melibatkan presidennya langsung.

Tuesday 10 September 2013

Indonesia : Negeri dengan Jamaah "Haters Nation" Terbesar di Dunia



Sebagai bagian dari Republik Indonesia banyak diantara kita merasa under estimate terhadap potensi kekuatan bangsa ini. Sebagai contoh ketika situs militer terkenal dari luar sana mengabarkan ranking kekuatan militer Indonesia yang menduduki 15 besar dunia, banyak yang tidak meyakininya.

 
 Ranking Militer Dunia (Versi Global Firepower)
Padahal seluruh indikator yang membangun rangka kekuatan militer dalam penyusunan ranking itu memang merupakan elemen yang memajukan potensi kekuatan militer. Misalnya potensi sumber daya manusia, sumber daya alam yang besar, kekuatan daya beli yang lebih dikenal dengan APBN dan produk domestik bruto.

 Ranking Ekonomi Dunia (April 2013)
Kemudian jika ada jiran yang mau beli alutsista, muncul perasaan minder seakan kita tidak punya daya dan gaya dalam menampilkan militer kita. Yang lebih aneh lagi ketika daftar belanja alutsista kita selama 4 tahun terakhir yang merupakan belanja terbesar setelah era Dwikora digelar dan barangnya sudah mulai datang satu persatu, masih ada saja yang mengatakan dengan nada pesimis bahwa barang yang diadakan dan yang didatangkan itu sesungguhnya “tidak nendang”.

  Daftar Pesawat Militer Milik Malaysia
Misalnya forum militer dari jamaah aliran penentang “bekasiyah” atau “hibahiyah”, maksudnya tentang alutsista bekas dan hibah seperti 24 jet tempur F16 dianggap tidak memberikan efek gentar. Padahal jet tempur bekas pakai angkatan udara AS ini sesungguhnya diperbaharui lebih dulu sebelum dikirim ke Indonesia tahun 2014 nanti.
 
F-16 Block 52 melakukan pengisian Bahan Bakar di Udara
Sampai saat ini F16 merupakan alutsista yang tetap diperhitungkan di seluruh dunia. Disamping itu kita kan juga sudah punya 1 skuadron jet tempur kelas berat Sukhoi yang menjadi tamu kehormatan dalam Pitch Black di Australia beberapa bulan lalu. Artinya tetangga saja sudah mulai menyadari kebangkitan militer Indonesia.
 
4 Su-27/30 TNI AU dikawal F-18 Australia ketika memasuki Canberra (Pitch Black Exercise)
 Pertanyaannya mengapa kita selalu merasa pesimis dan apatis terhadap segala hal termasuk tentang militer kita. Peran media sedikit banyak memberikan “arahan” tentang mekanisme pola pikir berbangsa.  Media dengan kebebasan mutlaknya lebih menyajikan porsi dominan tentang peristiwa “laku jual”, maksudnya kalau ada cerita tentang korupsi, ketidakpastian hukum, berita kriminal, perilaku Parlemen sangat cepat disiarkan kalau perlu breaking news atau live. Tetapi jika ada berita penting tentang kemajuan dan prestasi membangun, porsinya hanya sebatas memberitakan, tidak ada bumbu penyedap, tidak ada dialog interaktif misalnya tentang operasionalisasi bandara Kuala Namu yang megah itu, atau keberhasilan PT KAI melaksanakan angkutan lebaran, keberhasilan Polisi mengamankan jalur lebaran, prestasi TNI dalam berbagai lomba ketangkasan regional sebagai juara umum, prestasi TNI dalam misi perdamaian UN di Libanon dan tempat lain.
 
Upacara Pemberian Medali UN Medal di Libanon (Medali Keberanian Dalam Menengahi Konflik)
Termasuk pula upaya MPR untuk menanamkan semangat ber NKRI dengan pola 4 pilarnya yang digemakan terus menerus.  Prestasi anak-anak Indonesia di gelanggang olimpiade ilmu pengetahuan, pendapatan per kapita yang sudah mencapai US$ 3.800,-  PDB no 16 besar dunia.  Menu yang tersaji dan terbukti sebagai langkah maju dianggap tidak penting oleh media sehingga pola pikir yang terbentuk selalu suuzon dan tak percaya.

Meski menjadi berita prestasi tetapi tanggapannya selalu ada kalimat bersayap, ah paling karena ini karena itu.
 Membangun rasa percaya diri pada segenap komponen anak bangsa adalah bagaimana sesungguhnya kemampuan bangsa ini dalam melangkah dan menapaki jalannya.  Media sebagai jembatan komunikasi berperan besar untuk menyampaikan pesan itu. Tetapi yang terurai lebih pada persepsi negatif misalnya ketika sebuah media layar kaca menyampaikan editorialnya tentang pembelian helikopter serang Apache. Kurangnya pemahaman tentang bangunan konsep dan strategi pertahanan, hanya melihat angka US$ 500 juta lalu memandang pembelian Apache sebagai pemborosan.  

Apache 64 D yang sudah di pesan TNI AD
Mestinya jika melihat situasi kawasan yang begitu dinamis, Laut Cina Selatan yang demam terus, adanya pangkalan militer AS di Darwin, Cocos dan Singapura, sengketa Ambalat, mengamankan ALKI maka mengeluarkan angaran belanja alutsista adalah kewajiban untuk mewibawakan postur pertahanan.  Memang diprediksi tidak terjadi perang terbuka dalam sepuluh tahun ke depan tetapi jangan lupa postur militer kita yang kuat justru akan menjadi benteng pertahanan yang ampuh manakala terjadi sesuatu yang tak kita inginkan.
postur militer yang kuat itu memberikan "rasa segan" untuk berkonfrontasi, artinya menjaga untuk tidak terjadi perang.
 
Seluruh Wilayah yg Di Claim Milik Negara RRC atas Dasar Pernah Menjadi Bagian Kerajaan China

Beberapa jenis alutsista yang kita pesan sudah mulai berdatangan dan akan terus berdatangan. Dan kita (Insya Allah) tidak akan berhenti sampai disitu. Dalam program MEF tahap kedua (2015-2019) sangat diyakini kita akan mendatangkan berbagai alat pukul strategis dan mematikan seperti 10 kapal selam Rusia, jaringan sistem pertahanan udara jarak sedang, jet tempur kelas berat.  Termasuk mulai memproduksi rudal dan roket, tank medium dan kapal perusak kawal rudal. 
 
Kapal Induk Helikopter buatan PT.Pal

KRI Oswald Siahaan Melakukan Uji Tembak Rudal Yaknot Vertikal
Simulasi 3D Kapal Selam Changbogo Korea (dipesan Indonesia) melakukan Penembakan Peluru Kendali Balistik
Proyek Bersama Pesawat Generasi 5 (di atas Su-27/30 dan F-18) antara Indonesia dan Korea Selatan
Tank Leopard Jerman (dipesan Indonesia) Melakukan Penembakan di Udara
Tentu semua itu seiring dengan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi kita yang  semakin baik. Jika kita selalu mendoakan dengan lantunan rasa syukur sebagai anak bangsa dan kemajuan dalam langkah bersama untuk menjalani hari-hari berbangsa dalam berbagai aktivitas termasuk mendoakan pengawal republik, niscaya energi positif yang dikumandangkan terus menerus itu akan menjadi kenyataan.  Diakui yang masih kurang dalam etika berbangsa ini adalah korupsi yang masih menjadi tetanus bangsa dan ketidakpastian penegakan hukum yang dipertontonkan. Namun diluar itu banyak yang sudah dicapai termasuk menyandangkan baju alutsista yang lebih baru dan modern.  Untuk itu marilah kita secara akal budi dan logika cara pandang, membangun rasa percaya diri dan mensyukuri masih dikunjungi sinar matahari pagi yang hangat nan indah.
 Setiap manusia adalah Pejuang minimal bagi dirinya sendiri