Saturday 15 March 2014

Adam Air dan Tsunami Aceh : Tragedi Yang Merubah Pemikiran si Bocah Kampung

Musibah hilangnya pesawat Boeing 777-200 maskapai penerbangan Malaysia Air System bernomor registrasi MH-370 berisi 239 orang penumpang dan kru mengingatkan kita akan hilangnya pesawat Adam Air di sekitar perairan Mamuju Sulawesi Barat beberapa tahun yang lalu, namun ini dengan ukuran pesawat yang lebih besar dan juga melibatkan lebih banyak Negara dalam operasi pencarian pesawat yang diklaim paling intens dan paling menggerunkan sepanjang sejarah kecelakaan pesawat. 

Kita semua tentunya ikut merasa prihatin atas kejadian ini, dan berharap semoga, apapun yang terjadi, kondisinya dapat segera diketahui dan diumumkan kepada khalayak. Namun, apa yang dipertontonkan oleh pemerintah Malaysia seperti jauh panggang dari api. Beberapa keluarga korban, terutama warga china yang kerabatnya paling banyak tercatat sebagai penumpang, menganggap pemerintah Malaysia seakan menutup-nutupi beberapa informasi penting.

Kita tahu bahwa  beberapa dekade kebelakang, pemerintah negeri jiran ini berusaha menarik perhatian kalangan bisnis dan pariwisata melalui berbagai advertorial baik di media internasional, bahkan di media-media lokal yang ada di Negara-negara lain. Maka, kagumlah semua bangsa ketika berbondong-bondong investasi dan arus wisatawan membanjiri negeri di semenanjung Malaya dan utara Kalimantan itu.
 Kuala Lumpur
Namun, ketika kini, semua mata memandang ke “tetangga yang berisik” di utara ini tanpa harus memasang reklame, ketika pandangan dunia mengerucut pada hilangnya pesawat tersebut, yang terjadi adalah, pemerintah Malaysia seperti salah tingkah. Persis ketika seorang pemuda yang sering narsis dan caper di hadapan cewek-cewek cantik, tiba-tiba mendapat sorotan dan blitz kamera bertubi-tubi tanpa persiapan sama sekali, Demam Panggung!
Kita masih ingat kejadian tahun lalu ketika milisi Sulu menyerbu Lahat Datu Sarawak, berhari-hari sang pemuda narsis (Negara Malaysia) tersebut bingung mau dihadapi dengan cara apa, dan kemudian ketika saatnya bertindak, Seluruh dunia tercengang bahwa mereka menggunakan pesawat tempur dengan kemampuan air-superiority (Pesawat Su-30) melawan pejuang yang hanya mengandalkan pistol dan senapan serbu, seperti meriam untuk membunuh seekor lalat, sangat berlebihan alias "lebay" kata cabe-cabean dan anak-anak genk motor.

Tentunya bukan hanya Malaysia saja yang seperti itu. Dulu saat Tsunami dan kemudian terjadi peristiwa Adam Air, pemerintah Indonesia juga terkesan kalang-kabut dan hanya bisa melongo melihat intensitas bantuan dan operasi penyelamatan besar-besaran yang dilakukan negara-negara sahabat dengan peralatan militer superior modern, yang membedakan diantara kedua pemuda kampung ini mungkin hanyalah, Indonesia menerima segala bantuan tersebut dan berpasrah diri sebagai pemuda kampung yang belum tau apa-apa. Sebaliknya, pemuda jiran di utara itu, menghadapi sorotan blitz dunia internasional dengan lebay sekaligus Jaim dengan tujuan untuk menutupi kekurangannya.
 
Aceh Sesaat Setelah Tsunami
Semakin besar perhatian media, semakin terbukalah borok dan topeng yang selama ini melanda birokrasi Malaysia. Dimulai dari tidak konsistennya pejabat Malaysia yang mengakibatkan informasi yang menjadi simpang siur. Perbedaan info dan kesenjangan data mengenai penumpang, bagasi, detail teknis dll yang disampaikan pejabat yang sangat berlainan (dalam skala 1 sampai 10 Malaysia dapat nilai 11). Hingga masalah pribadi kru terutama kopilot yang pernah membawa perempuan masuk kokpit selama penerbangan sebelumnya memaksa si Jaim untuk menambal semua borok yang sudah mengakar di lingkungan pemerintahan dan BUMN Malaysia.


Pemerintah Malaysia juga terkesan menutup-nutupi adanya kesenjangan dengan pihak militer, padahal dengan kelengkapan radar militer yang canggih (radar primer), seharusnya tracking pergerakan pesawat segede gaban itu bukan sesuatu hal yang terlampau sulit. Ini membuat beberapa pemerintah Negara tetangga yang terlibat dalam operasi pencarian menjadi meradang atas ketidak-becusan kepemimpinan pejabat Malaysia dalam mengorganisasi dan mengkoordinir kerjasama militer dari 12 negara.
Hari Rabu kemarin (12/3/2014), pemerintah Vietnam mengurangi kegiatan pencarian oleh kapal-kapal angkatan lautnya, meski masih menyisakan pesawat-pesawatnya membantu operasi. Ini akibat dari pernyataan pejabat Malaysia yang menarik ucapannya mengenai apakah pesawat masih di sekitar teluk Thailand, atau sudah berbalik dan melintasi selat malaka (pejabat yang menangani lalu-lintas udara mengatakan bahwa radar militer melihat pesawat membalik arah, tetapi pejabat angkatan udara justru membantahnya). Keadaannya kini ibarat alat dan tenaga terampil sudah tersedia, namun sang mandor bingung mau mulai darimana.

Tentu ulasan ini tidak bermaksud ingin menambah kesusahan keluarga para korban dan seperti menari-nari diatas penderitaan orang lain. Namun penulis hanya mengingatkan bahwa di era komunikasi digital ini, semua Negara harus bersiap bukan hanya untuk menarik devisa melalui pariwisata dan menarik investor asing, namun juga harus mempersiapkan diri menghadapi segala konsekuensi akibat semakin intensnya perhatian dunia kepada Negara sendiri. 

Kita dapat berkaca dari masing-masing tindakan yang diambil kedua Negara bertetangga ini menyikapi terjadinya masalah yang berlingkup global. Setelah Tsunami, Indonesia membentuk BNPB yang mengkoordinir semua badan-badan pemerintah ditambah bantuan swasta jika terjadi bencana alam. Begitupun setelah hilangnya Adam Air, pemerintah membentuk KNKT yang bertanggung-jawab penuh atas segala upaya pencarian, penyelamatan, investigasi dan lain-lain. Kedua badan tersebut, diharapkan sanggup menjadi pemimpin skala besar ketika harus mengepalai operasi gabungan dari banyak Negara.

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih Untuk Commentnya :)