F-16 adalah salah satu fighter yang paling sukses sepanjang sejarah tempur udara. Lebih 4.500 unit F-16 di produksi dalam berbagai varian yang dioperasikan oleh 25 negara. F-16 terbang pertama 2 Februari 1974, diperkenalkan pertama kali 17 Agustus 1978, dan diketahui bertempur pertama kali pada 28 April 1981. Sejak itu tercatat sekitar 100 pesawat dijatuhkan oleh F-16, tanpa satupun F-16 jatuh dalam tarung udara (dogfight).
Ketangguhan F-16 ini tidak lepas dari penggunaannya sebagai tulang punggung Angkatan Udara Israel (IAF).
Jika AS yang menjadi acuan Angkatan Udara dunia menggunakan arsenal udara melebar dengan berbagai tipe berdasarkan fungsinya, seperti dedicated bomber, dedicated air superiority fighter, dedicated ground attack fighter, dedicated interceptor, dedicated surveilance fighter, dedicated nuclear deterrent bomber, maka Israel sebagai negara kecil mempelopori efisiensi jenis fighter:
- Primary fighter: jet tempur besar F-15
- Secondary fighter: jet tempur kecil F-16
Israel berfikiran bahwa karena negaranya kecil, terlalu mahal untuk memiliki dedicated air-to-air fighter. Israel melakukan riset sederhana mengubah F-16 tersebut menjadi platform multirole yang bisa di set sebagai ground attack fighter.
7 Juni 1981, dikawal oleh fighter superioritas udara F-15, F-16 ground attack milik Israel menyerang Reaktor Nuklir Osirak milik Irak, yang jauh dan tidak memiliki perbatasan dengan Israel. AS pun terkagum-kagum. Pamor F-16 meningkat tajam. Pesawat yang sebelumnya dinilai tidak efisien oleh negara-negara kecil dan misikin, karena dinilai sebagai dedicated air-to-air pure fighter, ternyata bisa berfungsi sebagai multi role fighter dengan efektif, bahkan sebagai dedicated ground attack fighter.
Sebagian besar kesuksesan operasi tempur F-16, baik udara ke darat maupun udara ke udara berasal dari operasi tempur angkatan udara Israel. Oleh pabrik pembuatnya F-16 dijuluki The Fighting Falcon, namun para pilotnya lebih cenderung menyebutnya: The Viper. Viper adalah ular Beludak, juga nama dari fighter luar angkasa rekaan pada filem sci-fi populer di AS.
Mungkin anda bayangkan disini akan ditulis bahwa F-16 fly by wire… dsb dst… Anda akan kecewa. Pada zaman ini sama sekali tidak ada cerita kecanggihan F-16, rincian spesifikasi, kehebatan radar, dsb. Kunci sukses F-16 semata-mata pada penggunanya, yang mampu melakukan adaptasi pada suatu teknologi, dan memanfaatkannya secara efisien dan efektif.
Kalau saja Prancis tidak memberlakukan embargo pada Israel sehingga harus membeli pesawat AS, mungkin saja saat ini fighter terbaik dunia bukan F-16, melainkan Mirage. Bisa dibayangkan pada tahun 1980, siapa yang mau membeli fighter dari bangsa yang baru saja dikalahkan oleh Vietnam lima tahun sebelumnya pada 1975 ? Keberhasilan penggunaan F-16 adalah salah satu jasa besar Israel pada AS.
Pada dasarnya kunci sukses F-16 ada 3:
- Kepemimpinan yang kuat
- Doktrin dan manajemen pertahanan udara jelas
- Fokus pada kemandirian alutsista untuk keunggulan tempur
Kepemimpinan Israel pada zaman rintisan, diduduki banyak mantan teroris. Termasuk yang pernah bertanggung-jawab atas pembunuhan tentara Inggris, pada zaman pra kemerdekaan Israel. Mereka mungkin hampir tidak ada yang pernah belajar Fisika Dasar, apalagi Aerodinamika. Anda boleh mengatakan mereka orang yang jahat atau bangsa penjajah, tetapi mereka memiliki tekad yang kuat, dan kekuatan untuk menyatukan seluruh potensi bangsa.
Israel memiliki, dan mengembangkan doktrin pertahanan yang jelas. Sebagai contoh, sedemikian jelasnya sehingga seluruh analis militer dunia dapat memiliki keyakinan sama bahwa jika AS tidak menyerang, maka Israel akan menyerang Iran. Doktrin tempur itu disertai dengan pengejawantahan dalam bentuk manajemen tempur, manajemen akuisisi alutsista, dan manajemen riset hankam yang baik. “Baik” disini definisinya adalah kemampuan melibatkan seluruh potensi bangsa.
Manajemen akuisisi alutsista dan manajemen riset hankam Israel sangat fokus pada kemandirian alutsista untuk keunggulan tempur. Kemandirian tidak berarti harus sendiri, bisa dengan memiliki sekutu yang kuat, dalam hal ini AS.
Boleh-boleh saja kalau kita benci pada Israel, tapi kalau kita tidak belajar dari mereka, akan ada bahaya besar. Karena berbagai bangsa di sekitar nusantara belajar langsung dari Israel. Jangan sampai karena kebencian membabi buta kita tidak bisa secara efektif mengembangkan kemandirian alutsista kita, dan nantinya menjadi korban.
Jadi kunci sukses bukan hanya alutsistanya, melainkan “the man behind the gun”. Bukan hanya pilot, tetapi juga orang-orang dalam organisasi angkatan bersenjata, hingga tingkat kepemimpinan nasional.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih Untuk Commentnya :)