Wednesday 17 December 2014

Laut China Selatan (LCS) : Uji Kekuatan Diplomatik Presiden Jokowi

Presiden Indonesia terpilih Joko Widodo, atau Jokowi, mempersiapkan diri untuk memulai masa jabatan resminya pada awal tahun 2015. Masih ada ketidakpastian mengenai kebijakan masa depan pemerintahannya baik di dalam maupun di luar negeri. Namun satu hal tampaknya semakin jelas adalah: momentum membangun potensi lama Indonesia untuk muncul sebagai kekuatan maritim.

Visi Indonesia sebagai “nexus maritim global” (poros maritim Dunia) menjadi terkenal selama kampanye presiden dan tampaknya diatur untuk menjadi fokus utama pemerintahan Jokowi mendatang. Ketika Indonesia mencoba muncul sebagai kekuatan maritim, akan menghadapi banyak tantangan di depan, sekaligus menyaksikan fajar era baru dalam sejarah Indonesia.
http://benzano.com/wp-content/uploads/jokowi.jpg

Rincian yang jelas dari visi maritim Indonesia sedang dipersiapkan, namun beberapa pengamatan awal dapat dilakukan. Konsep dasar dari “global maritime nexus” / “perhubungan maritim global” ekonomi adalah: berusaha untuk meningkatkan konektivitas maritim dan kesetaraan ekonomi antara berbagai provinsi di Indonesia. Argumen ini secara meyakinkan telah dikemukakan oleh Faisal Basri, ekonom terkemuka dan anggota dari tim ahli Jokowi bidang perekonomian. Bahkan menurut Basri, visi Indonesia sebagai kekuatan maritim tidak terbatas pada dimensi ekonomi saja, dan juga bisa mengandung keamanan atau fungsi pertahanan, termasuk perlindungan kedaulatan negara.

Jokowi memang belum berbicara banyak tentang visinya atas konsep tersebut. Namun visi dan misi kampanye yang memprioritaskan perlindungan kepentingan maritim Indonesia, telah dia sampaikan selama masa kampanye pemilihan Presiden. Pernyataan publik telah berulang kali disampaikan Jokowi yang akan menjadi memprioritaskan penanggulangan illegal fishing.


Dalam komentar yang dibuat awal bulan ini dan diterbitkan dalam pers lokal Indonesia, Jokowi menyatakan perlu bertindak tegas terhadap kapal nelayan asing untuk mencegah pencurian sumber daya Indonesia yang terus menerus. “Jika kita tidak bertindak tegas, ikan kita akan dicuri oleh kapal asing,” ujar Jokowi. Komentar semacam itu menunjukkan bahwa dia mungkin tidak sependapat dengan sejumlah kebijakan luar negeri yang ada; bahkan ia mungkin akan lebih tegas pada prioritas tertentu.

Masalah illegal fishing oleh kapal asing akan semacam pembuktian dan tantangan penting bagi pemerintahan Jokowi mendatang dan hampir pasti akan menciptakan ketegangan dengan kekuatan maritim lain yang muncul: China. China hampir satu-satunya negara yang nelayannya beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia. Aksi satu-satunya nelayan yang secara langsung didukung atau didorong oleh kekuatan komprehensive layanan keamanan negara China di laut.

http://indonesiarayanews.com/foto_berita/Kapal%20China.jpg
 Kapal Nelayan China Dikawal Kapal Perang China
Kehadiran China yang memperluas daerahnya di wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan semakin membawa nelayannya dan organisasi keamanan maritim China, ke dalam kontak langsung dan sering konfrontasi dengan orang-orang dari Indonesia. Sementara Kementerian Luar Negeri Indonesia terus mempertahankan pernyataan tidak ada sengketa antara China dan Indonesia, padahal tindakan China sebaliknya.
 
Sejumlah insiden terjadi di perairan Indonesia sejak 2010, yang akhirnya terbukti pasukan keamanan Indonesia gagal menghalau nelayan Cina yang beroperasi secara ilegal di dalam ZEE yang diklaim Indonesia. Upaya Indonesia untuk menegaskan yurisdiksi Indonesia di ZEE yang diklaim mulai membentuk pola kegagalan yang terus-menerus, pola yang jika dibiarkan tidak berubah, akhirnya dapat membahayakan efek deteren dari postur militer Indonesia di sejumlah wilayah serta dasar hukum bagi klaim wilayah.
http://infopublik.kominfo.go.id/cni-content/uploads/modules/posts/22_20141122070207.jpg

Info terkini dari insiden tersebut terjadi pada bulan Maret 2013. Sejak saya pertama kali menulis tentang insiden itu akhir tahun lalu, rincian baru tentang kejadian itu akhirnya datang, termasuk penggunaan kemampuan perang-elektronik oleh Kapal Maritime Law Enforcement (MLE) Yuzheng 310 China. Berdasarkan laporan kapten Indonesia sendiri, serta penyelidikan berikutnya dan analisa, sangat mungkin dalam insiden itu kapal Yuzheng 310 menghentikan /men-jamming komunikasi dari kapal Hiu Macan 001 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP).


Berdasarkan deskripsi dari kapten kapal Hiu Macan 001 tentang peristiwa itu, Kapal Yuzheng 310 telah menonaktifkan kemampuan kapal KKP untuk menerima komunikasi dari markasnya di darat, dalam upaya untuk memutuskan kemampuan kapal dari fungsi command and control (C2). Mungkin Yuzheng 310 akan dan telah menghitung -kombinasi dengan langkah-langkah lain- tindakan itu akan memaksa kapten kapal Indonesia untuk membebaskan para tahanan China. Cara dan tindakan China itu mencapai efek yang mereka inginkan, tetapi mungkin saja dengan mudah membawa ke situasi yang berbahaya jika kapten KKP Indonesia malah memutuskan untuk tidak menyetujuinya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6KypQyt4gICOAHPFTtgzxN7KF9-T4LfNch2aB7L17b8qWTvpvzrZzCSv4hTgMC-o2BS-N-hKBlTm_suJD5ukr-20l6ZoEkSt79m4ACfA2BQyjnHSTHxuN-EBbDOjhDBdDFaHDgxzQXSRL/s1600/Kapal-Perusak-Ringan-e1411990842157.jpg

Patroli yang terus menerus di daerah yang dilakukan China Coast Guard sekarang, mungkin akan berhadapan dengan Jokowi sebagai tes awal kepemimpinannya. Skenario krisis yang mungkin tidak berbeda dengan yang terjadi di bulan Maret 2013. Masih harus dilihat, apakah pemerintahan baru menyadari potensi pelanggaran itu dan siap merespon secara efektif. Kita lihat saja!

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/e/eb/Monjaya.jpgPangkalan Militer TNI AL Wilayah Barat

Monday 8 December 2014

Indonesia : Sebuah Negeri Generasi Muda Dengan Jiwa Ramaparasu

Dalam kisah Ramayana, ada satu tokoh bernama Ramaparasu/Parasurama. Saat ayahnya, Resi Jamadagni dibunuh Raja Henaya, Ramaparasu akhirnya bersumpah akan membunuh semua kesatria yang dinilai menjadi sumber keangkaramurkaan di bumi.

Ramaparasu pun melaksanakan sumpahnya. Ratusan kesatria dibunuhnya dengan Bagawastra, senjata andalannya. Sampai akhirnya dia menyadari tidak menemukan kedamaian hidup dengan caranya itu. Ketika dia ingin mengakhiri hidupnya, celakanya tak ada satupun yang mampu membunuhnya. Ramaparasu hanya bisa dibunuh oleh titisan Dewa Wisnu.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSSBNqaA57d-gTqXWQzMsUaqVGS8DyR_Ob7nOTrV1TVR-zk3-ZiUB8zvDtzqzc-kuSXT_t3iz_KsKZtP3f_twLtRKED333Qo5cd7Q3iawTIfmmOqgKU5HMVLltxamFGcP-nv5yndMdEtNy/s1600/parasu.jpg
Ilustrasi Gambar Pembantaian Ramaparasu 
Dia mendengar kabar titisan Wisnu adalah Harjuna Sasrabahu, Raja Maespati. Kebetulan seperti halnya Ramaparasu, Harjuna Sasrabahu juga sedang mencari jalan kematian karena ditinggal mati Citrawati, istrinya. Dan tak ada satupun yang bisa mengalahkannya. Bahkan Rahwana yang sakti mandraguna pun tekuk di bawahnya.

Akhirnya bertemulah Ramaparasu dan Harjuna Sasrabahu. Keduanya sepakat untuk melepaskan senjata secara bersama-sama. Harjuna tewas ditembus Bagawastra. Ramaparasu marah karena ternyata Harjuna memang bukan titisan Wisnu. Pasalnya, hanya titisan Wisnu yang bisa menahan Bagawastra.

Lantas siapa titisan Wisnu? saat itulah terdengar suara dari khayangan yang menyatakan bahwa Ramaparasu sendiri sebenarnya titisan itu. Sungguh Ramaparasu terkejut, namun bersamaan dengan itu Wisnu keluar dari dirinya dan pindah tempat. Jadi selama ini dia sendirilah yang dicari. Selama ini dia tidak sadar siapa dia sesungguhnya.
Lukisan Kematian Harjuna Oleh Ramaparasu
Kenapa Saya menulis kisah Ramaparasu? Karena saya sedang memikirkan sikap generasi muda Indonesia? Kenapa memikirkan sikap generasi muda Indonesia? di akhir tulisan saya akan jelaskan, Karena ada kejadian yang menurut saya lebih menarik dan sedang terjadi di India.

Beberapa bulan yang lalu India mengoperasikan kapal selam berkekuatan nuklir. Dia menjadi negara keenam di dunia setelah China, Prancis, AS, Inggris dan Rusia yang secara eksklusif memiliki kapal selam canggih jenis ini. Luar biasa. Negara yang dulu sama-sama berjuang untuk merdeka telah jauh meninggalkan Indonesia. Ada apa dengan India? atau mungkin ada apa dengan Indonesia?


Kapal Selam Nuklir India

Padahal jika melihat budaya negeri itu, sebagian dari kita mungkin akan mengatakan negara yang merdeka pada 1947 jauh lebih kuno. Kuno karena generasi muda di Indonesia menggunakan kacamata barat sebagai sebuah ukuran modernitas.

India, masih kental dan kuat dalam memegang tradisi. Sistem budaya yang kental akan tradisi yang masih begitu kuat, sebuah sistem yang pasti ditolak mentah-mentah Indonesia karena dianggap klenik. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan irasional juga masih cukup kuat, yang mungkin orang Indonesia akan menyebutnya sebagai klenik. Kalau melihat tayangan televisi tentang India, terlihat jelas masih banyak rakyat dan tentunya generasi mudanya yang masih setia menggunakan baju tradisional mereka sehari-hari. 

Generasi Muda di India tetap berpegang kuat kepada nilai-nilai swadesi atau kemandirian dengan bertumpu pada kelokalan. Hidup dengan produksi sendiri meski awalnya jauh lebih jelek dibandingkan produk negara maju. Tetapi itulah kekuatan India. Karena keteguhan mempertahankan keasliannya itu India mampu menjadi negara besar.

 Kuil Penghormatan untuk Tikus di India
Sebenarnya bukan hanya India yang teguh dengan keasliannya. Jepang dan China pun demikian. Modernitas ala barat yang penuh glamour tak pernah menjadikan silau untuk melepas tradisinya. Nyatanya, mereka berhasil untuk menjadi negara besar, bahkan Vietnam, negara yang terkoyak oleh perang pun cepat bangkit karena teguh terhadap nilai-nilai leluhurnya. Dalam waktu dekat akan segera meluncurkan satelit produksinya sendiri. 

Lantas bagaimana dengan Indonesia? 
Masihkah ada keaslian negeri ini yang benar-benar hidup? 
Lihatlah cara berpakaian kita, benarkah itu asli Indonesia?
Pergilah ke ruang kelas dan kampus, adakah pelajaran tentang pemikiran Mpu Prapanca, Mpu Sendok, Mpu Panuluh, Ronggowarsito, Gadjah Mada, Sultan Agung hingga pangeran Diponegoro akan sulit bahkan nyaris tidak ada. Yang ada justru pemikiran Para pemikir dari Tokoh Tanah Arab yang tandus dan gersang serta Hegel, Hubert, Karl Marx, Adam Smith, Ptolomeus dan lain sebagainya. Entah orang mana mereka itu.

Coba juga nyalakan televisi, seberapa banyak acara yang benar-benar menyebarkan nilai-nilai Indonesia? Lihatlah sinetron atau FTV di Indonesia, susah amat untuk bertemu orang Indonesia yang benar-benar asli. Hampir semua artisnya berwajah blasteran atau oriental, yang harus diakui bukanlah wajah asli Indonesia. Kalaupun ada wajah asli Indonesia, dia akan berperan sebagai pembantu, sopir, atau pengemis. Barangkali wajah asli Indonesia dianggap tidak laku dan hanya layak untuk peran orang miskin.


Inikah budaya asli Indonesia?



Jangan2 yang inikah?



Atau mungkin yang ini?



Saya Gak Yakin kalo yang Ini


Di mana posisi budaya Generasi Muda Bangsa Indonesia sebenarnya? Jangan-jangan anak muda di Indonesia memiliki jiwa seperti Ramaparasu yang tidak tahu siapa jati dirinya sendiri. Akhirnya tabrak sana, tubruk sini, hantam sana hantam sini, hanya untuk mencari jati diri, tapi hasil akhirnya mereka lupa akan sejarah bangsanya dan tak mampu menjadi pilar untuk menopang negeri yang besar ini.

 http://scontent-a.cdninstagram.com/hphotos-xaf1/t51.2885-15/10665585_612420605537108_2046267745_a.jpg
PRchecker.info

Thursday 9 October 2014

Severn Suzuki : Mari Belajar Lingkungan Dari Anak Umur 12 Tahun Ini



Servern Cullis-Suzuki telah membungkam ruang sidang Konfrensi PBB tahun 1992, membungkam seluruh orang-orang penting dari seluruh dunia hanya dengan pidatonya. Setelah ia selesai membaca pidato nya selesai serempak seluruh orang yang hadir di ruang pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepada anak berusia 12 tahun itu.

Dan setelah itu Ketua PBB mengatakan dalam pidato nya.
Hari ini Saya merasa sangatlah Malu terhadap Diri saya sendiri karena saya baru saja disadarkan betapa penting na linkungan dan isi nya disekitar kita oleh Anak yang hanya berusia 12 tahun yang maju berdiri di mimbar ini tanpa selembar pun Naskah untuk berpidato, sedang kan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh assisten saya kemarin. Saya … tidak kita semua dikalahkan oleh anak yang berusia 12 tahun
Cerita ini benar-benar terjadi dan pidato severn Cullis-Suzuki itu benar-benar pidato yang dikatakan nya dalam pidato tersebut tanpa dilebih-lebihkan. Cerita ini berbicara mengenai seorang anak yg bernama Severn Suzuki. Seorang anak yg pada usia 9 tahun telah mendirikan Enviromental Children’s Organization ( ECO ). ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak-anak yang mendedikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak-anak lain mengenai masalah lingkungan.
Dan mereka pun diundang menghadiri Konferensi Lingkungan hidup PBB tahun 1992. Pada saat itu, Seveern yg berusia 12 tahun, memberikan sebuah pidato yang sangat kuat yang memberikan pengaruh besar (dan membungkam) beberapa pemimpin dunia terkemuka.

Apa yang disampaikan oleh seorang anak kecil ber-usia 12 tahun, hingga bisa membuat RUANG SIDANG PBB hening, dan saat pidatonya selesai, ruang sidang yang penuh dengan orang-orang terkemuka berdiri dan memberikan tepuk tangan yg meriah kepada anak berusia 12 tahun itu?

foto saat pidato - usia 12 tahun
Severn Suzuki
Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O – Enviromental Children Organization.

Kami Adalah kelompok dari Kanada yg terdiri dari anak-anak berusia 12 dan 13 tahun, yang mencoba membuat perbedaan: Vanessa Suttie, Morga, Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk bisa datang kesini sejauh 6000 mil. Untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, Hari ini Disini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja.
"Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi semua generasi yang akan datang"
Saya berada disini mewakili anak-anak yg kelaparan di seluruh dunia yang tangisannya tidak lagi terdengar. Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya di seluruh planet ini karena kehilangan habitat nya. Kami tidak boleh tidak di dengar. Saya merasa takut untuk berada dibawah sinar matahari karena berlubang nya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara. Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya, hingga beberapa tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker. Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya – hilang selamanya.
e-waste, e-Stewards, electronics recycling, electronic recycling certification, Basel Action Network, NRDC, Natural Resources Defense Council, Kate Sinding, EPA, Government Accountability Office, exporting e-waste, problems with e-waste, toxins in e-waste, environment and e-waste, electronics recycling programs, electronic take-back programs
Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal tersebut  masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.
Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini ketika anda sekalian masih berusia sama seperti saya sekarang?


Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahannya tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa anda sekalian juga sama seperti saya!
Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita.
Anda tidak tahu bagaiman cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya.
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang telah punah.
Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di tempatnya yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.
TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!
Disini anda adalah deligasi negara-negara anda. Pengusaha, anggota perhimpunan, wartawan atau politisi – tetapi sebenarnya anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi – dan anda semua adalah anak dari seseorang.

Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi udara, air dan tanah di planet yang sama – perbatasan dan pemerintahan tidak akan mengubah hal tersebut.
Saya hanyalah seorang anak kecil, namun begitu saya tahu bahwa kita semua menghadapi permasalahan yang sama, dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama. Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.

Di negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan, kami membeli sesuatu dan kemudian membuang nya, beli dan kemudian buang. Walaupun begitu tetap saja negara-negara di utara tidak akan berbagi dengan mereka yang memerlukan. Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi.

Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan dan papan yang berkecukupan – kami memiliki jam tangan, sepeda, komputer dan perlengkapan televisi. Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: “Aku berharap aku kaya , dan jika Aku kaya, Aku akan memberikan anak-anak jalanan makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal, cinta dan kasih sayang.”
"Jika seorang anak yang berada dijalanan yang tidak memiliki apapun, bersedia untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih begitu serakah?"
Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia sama dengan saya, bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan yang begitu besar. Bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak yang kelaparan di Somalia; seorang korban perang timur tengah atau pengemis di India.

Saya hanyalah seorang anak kecil namun saya tahu bahwa jika semua uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat kemisikinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa indah jadinya dunia ini.
"Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, anda mengajarkan kami untuk berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan orang lain.
Mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang kita timbulkan.
Tidak menyakiti makhluk hidup lain, berbagi dan tidak tamak.
Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?"
Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konferensi ini. Mengapa anda melakukan hal ini – kami adalah anak-anak anda semua. Anda sekalianlah yang memutuskan dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharus nya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan mengatakan “Semuanya akan baik-baik saja”, “Kami melakukan yang terbaik yang dapat kami lakukan” dan  “Ini bukanlah akhir dari segalanya”. Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi.  
"Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda semua?"
Ayah saya selalu berkata “Kamu akan selalu dikenang karena perbuatan mu bukan oleh kata-kata mu”
Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari. Kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya menantang A N D A semua para pemimpin dunia, cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.

Sekian dan terima kasih atas perhatian nya.
Indonesia

Saturday 4 October 2014

Haji : Sebuah Gelar Berkesan Agamis Yang Penuh Nilai Historis dan Politis

Sesungguhnya tidak ada dalil yang mengharuskan jika setelah menunaikan ibadah haji harus diberi gelar haji/hajjah. Bahkan sahabat Rasulullah pun tidak ada yang dipanggil haji. Bahkan sebenarnya gelar Haji hanya digunakan oleh bangsa Melayu saja, di negara-negara arab juga tidak familiar dengan sebutan haji bagi orang yang sudah menunaikan ibadah haji.
  
Sejarah pengenalan panggilan haji dimulai pada tahun 654 H, pada saat kalangan tertentu di kota Makkah bertikai dan pertikaian ini menimbulkan kekacauan dan fitnah yang mengganggu keamanan kota Makkah. Karena kondisi yang tidak kondusif tersebut, hubungan kota Makkah dengan dunia luar terputus, ditambah kekacauan yang terjadi, maka pada tahun itu ibadah haji tidak bisa dilaksanakan sama sekali, bahkan oleh penduduk setempat juga tidak bisa melakukan rukun Iman yang ke 5 tersebut pada tahun itu.
mekah masjidil haram tempo jaman dulu   
Pemondokan Jama'ah Haji Dahulu
Setahun kemudian setelah keadaan mulai membaik, ibadah haji dapat dilaksanakan. Tapi bagi mereka yang berasal dari luar kota Makkah selain mempersiapkan mental, mereka juga membawa senjata lengkap untuk perlindungan terhadap hal-hal yang tidak di inginkan. Dengan perlengkapan ini para jema'ah haji di ibaratkan mau berangkat ke medan perang.

Sekembalinya mereka dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Dengan kemeriahan sambutan dengan tambur dan seruling, mereka dielu-elukan dengan sebutan “Ya Hajj, Ya Hajj”.
mekkah masjidil haram tempo jaman dulu
Kota Mekkah Tahun 1909 
Di zaman penjajahan belanda, pemerintahan kolonial sangat membatasi gerak-gerik umat muslim dalam berdakwah, segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama terlebih dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah belanda. Mereka sangat khawatir dapat menimbulkan rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi, lalu menimbulkan pemberontakan.

Hal ini dikarenakan banyak tokoh yang kembali ke tanah air sepulang naik Haji membawa perubahan. Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.
15730571
Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya Belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Pemerintahan kolonial pun mengkhususkan Pulau Onrust dan Pulau Khayangan di Kepulauan Seribu jadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia. 

Bahkan pemerintah Hindia Belanda mengirimkan mata-matanya ke kota Jeddah untuk mengetahui cara memperlemah perlawanan Rakyat Indonesia yang banyak di dukung oleh Ulama sepulangnya dari Ibadah haji, maka di kirimlah Snouck Hurgronje seorang dosen dari sebuah Institut Belanda yang mempelajari kultur negara jajahan Belanda.

Pada saat itu pula, ia menyatakan ke-Islam-annya dan mengucapkan Syahadat di depan khalayak dengan memakai nama Abdul Ghaffar. Seluruh aktivitas Snouck selama di Saudi tercatat dalam dokumen-dokumen di Universitas Leiden, Belanda. Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan disambut hangat oleh seorang ‘Ulama besar Mekah, yaitu Waliyul Hijaz. Ia lalu kembali ke negaranya pada tahun 1885.
 
Snouck Hugronje Berjalan Bersama salah satu Raja Arab Saudi
Snouck Hugronje
Selama di Arab Saudi Snouck memperoleh data-data penting dan strategis bagi kepentingan pemerintah penjajah (kelak dari data inilah pemerintah Belanda berhasil menghancurkan dan membersihkan perlawanan rakyat Aceh dan menguasai Aceh sepenuhnya). Informasi itu ia dapatkan dengan mudah karena tokoh-tokoh Indonesia yang ada di sana sudah menganggapnya sebagai saudara seagama. Snouck Hurgronje juga menjadi orang Eropa pertama pada abad ke 20 yang mendokumentasikan kota Mekah melalui foto, yang saat ini disimpan di sebuah museum di Belanda.
 
Rakyat Aceh yang tertawan ketika peperangan Aceh
Berdasarkan laporan dan data Snouck Hurgronje ini juga maka diberikanlah gelar Haji oleh pemerintahan kolonial dengan penambahan gelar huruf  “H” pada passpor atau surat tanda penduduk yang di keluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang berarti orang tersebut telah naik haji ke mekah untuk memudahkan pemantauan dan pengawasan terhadap orang-orang yang berpotensi menimbulkan pemberontakan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Seperti disinggung sebelumnya, banyak tokoh yang membawa perubahan sepulang berhaji, maka pemakaian gelar H akan memudahkan pemerintah kolonial untuk mengidentifikasi dan mengawasi orang tersebut apabila terjadi pemberontakan.
 http://sphotos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash4/402620_141659435980583_446169095_n.jpg
KTP jaman Hindia Belanda
Berdasarkan sudut pandang Islam maka segala gelar yang disandang seseorang sesungguhnya menunjukkan bahwa orang tersebut menginginkan sebuah pengakuan atas sebuah pencapaiannya, dan sesungguhnya dia telah berbuat riya’ dan sum’ah pada hajinya. Maka menggelari dengan “Haji” ini membuka pintu-pintu riya’, sum’ah dan kesyirikan. Di mana seorang merasa hebat, merasa bangga, ‘ujub, merasa kagum dengan dirinya ketika dia sudah haji, atau ingin diketahui bahwa dia sudah haji. Ini semua merupakan wasilah yang bisa menghantarkan kepada kesyirikan.
 
Seperti telah dijelaskan dalam Al Qur'an Surah Al Baqarah 2:264 & Al-Anfal 8:47 sebagai berikut :

2:264

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) ibadahmu dengan menyebut- nyebutnya karena itu menyakiti, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ada niat untuk riya kepada manusia” (QS Al-Baqarah 2:264)

8:47 

"dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan" (QS Al-Anfal 8:47)

Saturday 15 March 2014

Adam Air dan Tsunami Aceh : Tragedi Yang Merubah Pemikiran si Bocah Kampung

Musibah hilangnya pesawat Boeing 777-200 maskapai penerbangan Malaysia Air System bernomor registrasi MH-370 berisi 239 orang penumpang dan kru mengingatkan kita akan hilangnya pesawat Adam Air di sekitar perairan Mamuju Sulawesi Barat beberapa tahun yang lalu, namun ini dengan ukuran pesawat yang lebih besar dan juga melibatkan lebih banyak Negara dalam operasi pencarian pesawat yang diklaim paling intens dan paling menggerunkan sepanjang sejarah kecelakaan pesawat. 

Kita semua tentunya ikut merasa prihatin atas kejadian ini, dan berharap semoga, apapun yang terjadi, kondisinya dapat segera diketahui dan diumumkan kepada khalayak. Namun, apa yang dipertontonkan oleh pemerintah Malaysia seperti jauh panggang dari api. Beberapa keluarga korban, terutama warga china yang kerabatnya paling banyak tercatat sebagai penumpang, menganggap pemerintah Malaysia seakan menutup-nutupi beberapa informasi penting.

Kita tahu bahwa  beberapa dekade kebelakang, pemerintah negeri jiran ini berusaha menarik perhatian kalangan bisnis dan pariwisata melalui berbagai advertorial baik di media internasional, bahkan di media-media lokal yang ada di Negara-negara lain. Maka, kagumlah semua bangsa ketika berbondong-bondong investasi dan arus wisatawan membanjiri negeri di semenanjung Malaya dan utara Kalimantan itu.
 Kuala Lumpur
Namun, ketika kini, semua mata memandang ke “tetangga yang berisik” di utara ini tanpa harus memasang reklame, ketika pandangan dunia mengerucut pada hilangnya pesawat tersebut, yang terjadi adalah, pemerintah Malaysia seperti salah tingkah. Persis ketika seorang pemuda yang sering narsis dan caper di hadapan cewek-cewek cantik, tiba-tiba mendapat sorotan dan blitz kamera bertubi-tubi tanpa persiapan sama sekali, Demam Panggung!
Kita masih ingat kejadian tahun lalu ketika milisi Sulu menyerbu Lahat Datu Sarawak, berhari-hari sang pemuda narsis (Negara Malaysia) tersebut bingung mau dihadapi dengan cara apa, dan kemudian ketika saatnya bertindak, Seluruh dunia tercengang bahwa mereka menggunakan pesawat tempur dengan kemampuan air-superiority (Pesawat Su-30) melawan pejuang yang hanya mengandalkan pistol dan senapan serbu, seperti meriam untuk membunuh seekor lalat, sangat berlebihan alias "lebay" kata cabe-cabean dan anak-anak genk motor.

Tentunya bukan hanya Malaysia saja yang seperti itu. Dulu saat Tsunami dan kemudian terjadi peristiwa Adam Air, pemerintah Indonesia juga terkesan kalang-kabut dan hanya bisa melongo melihat intensitas bantuan dan operasi penyelamatan besar-besaran yang dilakukan negara-negara sahabat dengan peralatan militer superior modern, yang membedakan diantara kedua pemuda kampung ini mungkin hanyalah, Indonesia menerima segala bantuan tersebut dan berpasrah diri sebagai pemuda kampung yang belum tau apa-apa. Sebaliknya, pemuda jiran di utara itu, menghadapi sorotan blitz dunia internasional dengan lebay sekaligus Jaim dengan tujuan untuk menutupi kekurangannya.
 
Aceh Sesaat Setelah Tsunami
Semakin besar perhatian media, semakin terbukalah borok dan topeng yang selama ini melanda birokrasi Malaysia. Dimulai dari tidak konsistennya pejabat Malaysia yang mengakibatkan informasi yang menjadi simpang siur. Perbedaan info dan kesenjangan data mengenai penumpang, bagasi, detail teknis dll yang disampaikan pejabat yang sangat berlainan (dalam skala 1 sampai 10 Malaysia dapat nilai 11). Hingga masalah pribadi kru terutama kopilot yang pernah membawa perempuan masuk kokpit selama penerbangan sebelumnya memaksa si Jaim untuk menambal semua borok yang sudah mengakar di lingkungan pemerintahan dan BUMN Malaysia.


Pemerintah Malaysia juga terkesan menutup-nutupi adanya kesenjangan dengan pihak militer, padahal dengan kelengkapan radar militer yang canggih (radar primer), seharusnya tracking pergerakan pesawat segede gaban itu bukan sesuatu hal yang terlampau sulit. Ini membuat beberapa pemerintah Negara tetangga yang terlibat dalam operasi pencarian menjadi meradang atas ketidak-becusan kepemimpinan pejabat Malaysia dalam mengorganisasi dan mengkoordinir kerjasama militer dari 12 negara.
Hari Rabu kemarin (12/3/2014), pemerintah Vietnam mengurangi kegiatan pencarian oleh kapal-kapal angkatan lautnya, meski masih menyisakan pesawat-pesawatnya membantu operasi. Ini akibat dari pernyataan pejabat Malaysia yang menarik ucapannya mengenai apakah pesawat masih di sekitar teluk Thailand, atau sudah berbalik dan melintasi selat malaka (pejabat yang menangani lalu-lintas udara mengatakan bahwa radar militer melihat pesawat membalik arah, tetapi pejabat angkatan udara justru membantahnya). Keadaannya kini ibarat alat dan tenaga terampil sudah tersedia, namun sang mandor bingung mau mulai darimana.

Tentu ulasan ini tidak bermaksud ingin menambah kesusahan keluarga para korban dan seperti menari-nari diatas penderitaan orang lain. Namun penulis hanya mengingatkan bahwa di era komunikasi digital ini, semua Negara harus bersiap bukan hanya untuk menarik devisa melalui pariwisata dan menarik investor asing, namun juga harus mempersiapkan diri menghadapi segala konsekuensi akibat semakin intensnya perhatian dunia kepada Negara sendiri. 

Kita dapat berkaca dari masing-masing tindakan yang diambil kedua Negara bertetangga ini menyikapi terjadinya masalah yang berlingkup global. Setelah Tsunami, Indonesia membentuk BNPB yang mengkoordinir semua badan-badan pemerintah ditambah bantuan swasta jika terjadi bencana alam. Begitupun setelah hilangnya Adam Air, pemerintah membentuk KNKT yang bertanggung-jawab penuh atas segala upaya pencarian, penyelamatan, investigasi dan lain-lain. Kedua badan tersebut, diharapkan sanggup menjadi pemimpin skala besar ketika harus mengepalai operasi gabungan dari banyak Negara.

Tuesday 11 March 2014

Operasi Sandi Yudha : Greliyawan Hasil Politik Soekarno VS Tentara Anak Emas Soeharto

Sosok AM Hendropriyono diingat publik sebagai Komandan Korem Garuda Hitam saat terjadi peristiwa Gerombolan Pengacau Keamanan Warsidi di Lampung, yang di kalangan aktivis hak asasi manusia disebut peristiwa Talangsari tahun 1989, dan kepemimpinannya di Badan Intelijen Negara. Dia sejatinya adalah prajurit Para Komando dengan kemampuan di bidang Sandi Yudha, yakni operasi intelijen tempur di garis belakang lawan pada 1969-1972 di belantara Kalimantan Barat- Sarawak.

  Para Jend (Purn) Kopassus

Sepak terjang Hendropriyono sebagai serdadu profesional dia ungka dalam buku Operasi Sandi Yudha Menumpas Gerakan Klandestin, yang mengisahkan pengalaman lapangan menumpas Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang dibentuk semasa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966) oleh intelijen Indonesia era Presiden Soekarno.

”Ini kita (TNI) melatih Tentara Nasional Kalimantan Utara dan PGRS di Surabaya, Bogor, dan Bandung. Akhirnya, setelah pergantian pemerintah, Presiden Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia dan gerilyawan tersebut diminta meletakkan senjata. Karena PGRS tidak menyerah, terpaksa kita sebagai guru harus menghadapi murid dengan bertempur di hutan rimba Kalimantan,” kata Hendropriyono.
 
KTA Tentara Kalimantan Utara Hasil didikan Indonesia

Pada awal 1960-an, rezim Orde Lama bersama Presiden Macapagal dari Filipina mempertanyakan pembentukan Malaysia yang dinilai sebagai pemain neokolonialisme Inggris. Macapagal sempat mengusulkan pembentukan Maphilindo, semacam federasi Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang memiliki kesamaan kultural Melayu. Soekarno jauh lebih progresif dan memilih berkonfrontasi langsung dalam sebuah perang tidak resmi melawan Malaysia dan Persemakmuran Inggris (British Commonwealth).

Tentara Kalimantan Utara

Perang tidak resmi tersebut berlangsung sengit, terutama di rimba Kalimantan dari perbatasan Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dengan Sarawak dan Sabah. Kerasnya pertempuran itu bisa ditemukan dalam beragam artefak perang dan temuan jenazah di hutan belantara Kalimantan. Beberapa tahun silam, misalnya Kolonel Fred Dangar dari misi militer Kedutaan Besar Australia di Jakarta bersama Mabes TNI berhasil mengidentifikasi sisa kerangka dua prajurit Australia, termasuk seorang di antaranya anggota pasukan elite Special Air Service Regiment.


 Korban Dari Pihak Gereliyawan

Situasi politik yang berubah 180 derajat menempatkan TNI harus melucuti bekas muridnya. Setelah peristiwa Mangkok Merah akhir 1967, yakni kerusuhan masyarakat Dayak-Tionghoa, Letnan Satu (Inf) Hendropriyono yang baru menyelesaikan pendidikan komando di Batujajar, Bandung, kebagian tugas bergerilya menghabisi bekas sekutu TNI. Sandi Yudha adalah satuan intelijen tempur dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang kini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus.

Bekas sekutu TNI antara lain PGRS-Paraku, yang sebagian anggotanya adalah pemuda Tionghoa di Sarawak, Sabah, Brunei, dan Kalimantan wilayah Indonesia, termasuk suku Dayak, Melayu, dan Jawa. Ketua Partai Komunis Indonesia Kalimantan Barat kala itu, ujar Hendropriyono, adalah Syarif Ahmad Sofyan Al Barakbah, yang juga memimpin Pasukan Barisan Rakyat.

Bekas Para Pimpinan PGRS dan Paraku

Namun, demi mempermudah operasi penumpasan bekas sekutu tersebut—sesuai konteks Perang Dingin—di mana rezim Soeharto bersikap antikomunis, pihak lawan disebut sebagai Gerombolan Tjina Komunis. Hal ini dilakukan agar lebih mudah meraih simpati publik dengan mengasosiasikan Tionghoa dengan Republik Rakyat Tiongkok yang komunis. Sebaliknya, di pihak Malaysia yang sudah berdamai dengan Indonesia, gerilyawan tersebut diberi cap ”CT” (communist terrorist).

Tugas utama pasukan Sandi Yudha dalam perang nonkonvensional tersebut, menurut Hendropriyono, tidak terikat dengan konvensi internasional dan hukum humaniter perang. Sebisa mungkin pihaknya mengambil hati lawan, sedangkan pertempuran serta tindakan keras hanya menjadi pilihan terakhir.
Saat menaklukkan Hassan, seorang komandan PGRS, Hendropriyono harus menembak lalu membanting lawan dengan gerakan bela diri. Pertempuran lawan satu jarak dekat itu mengakibatkan pahanya tertembus sangkur dan jemarinya sobek karena menahan sangkur Hassan yang nyaris menghunjam dada.

AM Hendropriyono

Hendropriyono memimpin unit Sandi Yudha dengan anggota delapan orang yang selalu bergerak dalam jumlah kecil di garis belakang lawan. Saat mengendap mendekati gubuk Hassan yang berlangsung semalaman, salah satu anggota Sandi Yudha harus membunuh dengan sangkur seorang penjaga gubuk yang bersenjata api. Semua harus dilakukan dengan senyap dan penuh kejutan (element of surprise).

Selain bertempur, Hendropriyono dan pasukan Sandi Yudha juga berulang kali berhasil membuat musuh jadi bersimpati kepada Republik Indonesia. Kalau terpaksa, penculikan dan interogasi dilakukan di lapangan. Salah satu peristiwa yang mengharukan adalah pertemuan dengan Komandan PGRS Wong Kee Chok pada tahun 2005. Hendropriyono dan Kee Chok berpelukan, menangis, dan saling menanyakan keadaan. Saat peluncuran buku Operasi Sandi Yudha, Bong Kee Siaw, salah seorang komandan PGRS yang hadir, dan istrinya yang juga bergerilya disambut hangat oleh Hendropriyono. Hendropriyono memuji Kee Siaw dan istrinya yang bersifat kesatria. Dalam sebuah pertempuran, mereka menyelamatkan dan mengobati musuh (prajurit TNI).

”Kita tidak pernah tahu kapan jadi kawan dan situasi berubah, lalu jadi lawan. Bertempurlah dengan kesatria. Jangan menyiksa lawan. Itu sifat prajurit Sandi Yudha,” ujar Hendropriyono.