Presiden Indonesia terpilih Joko Widodo, atau Jokowi, mempersiapkan
diri untuk memulai masa jabatan resminya pada awal tahun 2015. Masih
ada ketidakpastian mengenai kebijakan masa depan pemerintahannya baik di
dalam maupun di luar negeri. Namun satu hal tampaknya semakin jelas
adalah: momentum membangun potensi lama Indonesia untuk muncul sebagai
kekuatan maritim.
Rincian yang jelas dari visi maritim Indonesia sedang dipersiapkan, namun beberapa pengamatan awal dapat dilakukan. Konsep dasar dari “global maritime nexus” / “perhubungan maritim global” ekonomi adalah: berusaha untuk meningkatkan konektivitas maritim dan kesetaraan ekonomi antara berbagai provinsi di Indonesia. Argumen ini secara meyakinkan telah dikemukakan oleh Faisal Basri, ekonom terkemuka dan anggota dari tim ahli Jokowi bidang perekonomian. Bahkan menurut Basri, visi Indonesia sebagai kekuatan maritim tidak terbatas pada dimensi ekonomi saja, dan juga bisa mengandung keamanan atau fungsi pertahanan, termasuk perlindungan kedaulatan negara.
Jokowi memang belum berbicara banyak tentang visinya atas konsep tersebut. Namun visi dan misi kampanye yang memprioritaskan perlindungan kepentingan maritim Indonesia, telah dia sampaikan selama masa kampanye pemilihan Presiden. Pernyataan publik telah berulang kali disampaikan Jokowi yang akan menjadi memprioritaskan penanggulangan illegal fishing.
Dalam komentar yang dibuat awal bulan ini dan diterbitkan dalam pers lokal Indonesia, Jokowi menyatakan perlu bertindak tegas terhadap kapal nelayan asing untuk mencegah pencurian sumber daya Indonesia yang terus menerus. “Jika kita tidak bertindak tegas, ikan kita akan dicuri oleh kapal asing,” ujar Jokowi. Komentar semacam itu menunjukkan bahwa dia mungkin tidak sependapat dengan sejumlah kebijakan luar negeri yang ada; bahkan ia mungkin akan lebih tegas pada prioritas tertentu.
Masalah illegal fishing oleh kapal asing akan semacam pembuktian dan
tantangan penting bagi pemerintahan Jokowi mendatang dan hampir pasti
akan menciptakan ketegangan dengan kekuatan maritim lain yang muncul:
China. China hampir satu-satunya negara yang nelayannya beroperasi
secara ilegal di perairan Indonesia. Aksi satu-satunya nelayan yang
secara langsung didukung atau didorong oleh kekuatan komprehensive layanan
keamanan negara China di laut.
Sejumlah insiden terjadi di perairan Indonesia sejak 2010, yang
akhirnya terbukti pasukan keamanan Indonesia gagal menghalau nelayan
Cina yang beroperasi secara ilegal di dalam ZEE yang diklaim Indonesia.
Upaya Indonesia untuk menegaskan yurisdiksi Indonesia di ZEE yang
diklaim mulai membentuk pola kegagalan yang terus-menerus, pola yang
jika dibiarkan tidak berubah, akhirnya dapat membahayakan efek deteren
dari postur militer Indonesia di sejumlah wilayah serta dasar hukum bagi
klaim wilayah.
Info terkini dari insiden tersebut terjadi pada bulan Maret 2013. Sejak saya pertama kali menulis tentang insiden itu akhir tahun lalu, rincian baru tentang kejadian itu akhirnya datang, termasuk penggunaan kemampuan perang-elektronik oleh Kapal Maritime Law Enforcement (MLE) Yuzheng 310 China. Berdasarkan laporan kapten Indonesia sendiri, serta penyelidikan berikutnya dan analisa, sangat mungkin dalam insiden itu kapal Yuzheng 310 menghentikan /men-jamming komunikasi dari kapal Hiu Macan 001 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP).
Berdasarkan deskripsi dari kapten kapal Hiu Macan 001 tentang
peristiwa itu, Kapal Yuzheng 310 telah menonaktifkan kemampuan kapal KKP
untuk menerima komunikasi dari markasnya di darat, dalam upaya untuk
memutuskan kemampuan kapal dari fungsi command and control (C2). Mungkin
Yuzheng 310 akan dan telah menghitung -kombinasi dengan langkah-langkah
lain- tindakan itu akan memaksa kapten kapal Indonesia untuk
membebaskan para tahanan China. Cara dan tindakan China itu mencapai
efek yang mereka inginkan, tetapi mungkin saja dengan mudah membawa ke
situasi yang berbahaya jika kapten KKP Indonesia malah memutuskan untuk
tidak menyetujuinya.
Patroli yang terus menerus di daerah yang dilakukan China Coast Guard sekarang, mungkin akan berhadapan dengan Jokowi sebagai tes awal kepemimpinannya. Skenario krisis yang mungkin tidak berbeda dengan yang terjadi di bulan Maret 2013. Masih harus dilihat, apakah pemerintahan baru menyadari potensi pelanggaran itu dan siap merespon secara efektif. Kita lihat saja!
Pangkalan Militer TNI AL Wilayah Barat